Rabu, 16 Maret 2011

Kebebasan berpendapat

Indonesia adalah Negara hukum yang melindungi setiap warga Negara dalam melakukan setiap bentuk kebebasan berpendapat, menyampaikan gagasan baik secara lisan maupun tulisan, hal ini dilindungi peraturan perundang-undangan di Indonesia baik didalam batang tubuh UUD 1945 pasal 28, maupun diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh Negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dll.

Praktek kongrit dilapangan bangsa Indonesia masih sangat memprihatinkan adanya masih banyak kasus melanggaran hak-hak sipil dan politik, baik yang mencuat ditingkatan nasional maupun local. Baik yang dilakukan oleh Negara (pemerintah) secara langsung maupun secara tidak langsung (sebagai dalang dibelakang layar), yang seharusnya (das sollen) pihak Negara dalam membuat dan melakukan aktifitas kebijakan politik memposisikan jaminan hak sipil dan politik dengan melindunginya (protected) karena dalam perspektif HAM adalah hak Negara bersifat negative (negative right) dengan cara melindunginya setiap aktivitas hak-hak sipil politik warga Negara. Malah tidak sebaliknya menjadi “biang kerok” menghabisi / memasungnya.

Beberapa kasus yang mencuat dinasional dan local yang terkait pengebirian hak sipil dan politik adalah kasus lia eden, kasus ahmadiyah, kasus penelitian IPB terkait penemuan bakteri susu, kasus penelitian di LOS DIY, beberapa kasus tersebut adalah beberapa sample saja atas goresan sejarah yang suram atas pengkhianatan hak sipil politik dari warga Negara Indonesia, yang seharusnya pemerintah sebagai aparatur bisa mereduksi dan mengendalikan dinamisasi hak-hak sipil dan politik yang berkembang secara terus menerus dikalangan masyarakat.

Tidak ada komentar: