Pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fadia Fitriyanti, Selasa, menyebutkan bahwa Hak Atas Kekayaan Intelektual di Indonesia belum diterapkan dengan baik karena menghadapi berbagai kendala seperti kemiskinan sehingga diantaranya membuat marak kasus pembajakan.

"Masyarakat belum ada kesiapan secara ekonomi untuk bisa menerima HAKI secara baik, sehingga marak muncul produk-produk bajakan yang harganya lebih murah dan terjangkau," katanya.

Dalam diskusi buku karyanya berjudul "HAKI: Teori dan Praktik", Fadia juga menyebutkan tingginya rasa berkelompok membuat HAKI susah diterapkan.

"Indonesia dikenal sebagai negara dengan dominasi asas kekeluargaan yang tinggi dan memiliki rasa kepemilikan komunal yang tinggi, sehingga mengakibatkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) agak sulit berkembang di negara ini," katanya.

Dia melanjutkan, rendahnya tingkat ekonomi masyarakat mengakibatkan banyaknya karya intelektual dan industri dibajak demi menyesuaikan kantong masyarakat.

Ia mengatakan secara hukum belum ada kodifikasi hukum tentang HAKI, sehingga menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan akses informasi yang akurat tentang hal itu.

Menurut dia, HAKI merupakan hak eksklusif yang diberikan sebagai hasil dari kegiatan intelektual manusia. Hak itu dapat dinikmati secara ekonomis tanpa gangguan pihak lain, dan dapat menjadi aset bukan hanya bagi individu penciptanya, tetapi juga bagi negara.

"HAKI merupakan aset bagi orang-orang kreatif untuk bisa hidup lebih baik secara ekonomi," katanya.